Jumat, 30 April 2010

Persepsi Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa dibagi menjadi 4 bagian, yang masing2 bagian itu khusus pada sekelompok manusia. Gangguan2 jiwa itu pada setiap bagiannya memiliki suatu bentuk tertentu dalam mengungkap tentang dirinya dengan perilaku dan tindakan2nya.
Pertama; Sekelompok orang yang terkena gangguan2, yang dalam kehidupannya mengambil gangguan jiwa sebagai suatu tabiat yang bersifat vertikal, yaitu gangguan itu melebur dan berubah menjadi pendorong untuk suatu aktifitas pengecualian dan kegiatan yang besar, serta memotivasi istiqomah, kesabaran dan kedermawanan.
Seputar ini dikatakan bahwa tokoh2 terkemuka dunia termasuk dalam kelompok ini. Mereka adalah orang2 yang terkena gangguan2, namun mereka meruntuhakan gangguan2 itu dengan kedermawanan dan kepandaian. Demikian dikatakan terhadap Pasteur,

Newton, dan Einstein yang menceritakan masa kecilnya;
Ia pergi ke sekolah dengan kaki telanjang dan ia senang anak yang malas dan gagal dalam pelajaran2nya, sehingga sering menjadi sasaran kemarahan guru2nya. Tetapi setelah ia dewasa, gangguan jiwanya meluap kearah pekerjaan yang konsisten, kesabaran dan ketabahan yang menjadikannya sebagai salah seorang tokoh terkemuka dunia.

Walaupun jenis gangguan jiwa ini mengubah individunya menjadi tokoh terkemuka, namun hal ini amatlah jarang. Mungkin tidak sampai satu banding satu juta manusia, yang mampu terkena gangguan jiwa dan kesulitan2 mereka yang meledak secara vertikal.
Kedua; Terdapat gangguan2 yang tidak meledak secara vertikal, tetapi ia melebur dan lenyap dengan berlalunya waktu, pengaruh pendidikan yang benar dan guru yang menasihati serta lingkungan yang sehat.

Dalam hal ini gangguan itu menyerupai orang yang menderita penyakit bisul atau terkena kotoran2 pada salah satu tempat dari tubuhnya, lalu ia sengaja menggunakan antibiotik yang mengeringkan nanah dan mematikannya. Dalam kondisi ini seorang anak yang terganggu jiwanya membutuhkan seorang guru pendidik yang mengerti dan lemah lembut, yang mampu melenyapkan gangguan itu. Atau orang tuanya melakukan introspeksi atas kesalahannya dan mulai memperbaikinya dna mengembalikan pendidikan anak itu atas dasar2 yang benar. Perkara ini berubah tidak melalui ledakan gangguan itu, namun lenyap dan melebur secara keselurhan.

Ketiga; Gangguan jiwa pada jenis ini memiliki bentuk2 yang membahayakan, dimana
ledakannya terkadang menyebabkan kegilaan yang menutupinya.

Pada kelompok ini gangguan jiwa meledak dengna ledakan yang menggoncang keras, yang akan menyebabkan lemah saraf, dan pada suatu periode menyebabkan dirinya menyendiri dan mencela diri sendiri serta mengikuti kepedihan dan kesedihannya, sehingga akan menyebabkan kegilaan. Oleh karena itu terlihat bila kondisi2 kegilaan yang menutupi, biasanya timbul dari ledakan dari gangguan jiwa dalam bentuk goncangan yang keras dan tajam.

Orang yang secara berlanjut tertimpa kemiskinan, kebutuhan dan penolakan atau orag tumbuh tanpa kasih sayang kedua orang tuanya, terkadang gangguan jiwanya mengantarnya kepada kegilaan. Keadaan ini jarang sekali,meskipun berbahaya.

Keempat; Kebanyakan gangguan2 jiwa muncul dengan cara2 biasa. Keadaan ini meliputi sekitar 90% orang2 yang terganggu jiwanya. Diantara bentuk2nya adalah apa yang terlihat pada kelakuan pemuda yang berbuat kurang ajar kepada orang tuanya dan membantah mereka, sehingga kelakuan dan pembicaraannya selalu menyakiti dan tidak bisa sejalan dengan kebiasaan dan tradisi masyarakatnya.

Demikian pula yang terlihat pada kelakuan anak perempuan yang lemah, yang tidak sesuai untuk sebuah rumah tangga yang sukses. Ia tidak mampu mengurus suami dan anak2nya atau tidak cocok dengan ibu mertuanya dan kerabat2nya, serta secara umum tidak dapat cocok dengan masyarakatnya.

Diantara fenomena2 yang terlihat pada kelakuan orang2 yang mendapat gangguan jiwa dari kelompok ini, adalah akhlak yang buruk yang terlihat pada sebagian mereka. Apabila ia seorang pekerja atau pedagang, maka ia tidak mampu untuk menarik pembeli.
Dan terrmasuk bentuk2 lain yang tampak pada kelakuan orang2 yang terganggu jiwanya dari kelompok ini adalah kecenderungan mereka untuk mempertontonkan diri mereka dan mengalihkan pandangan masyarakat kepada mereka, walaupun hal itu dengan tindakan2 yang ganjil. Hal itu tampak pada kehidupan kaum Hippis dan masyarakat2 lainnya yang berlaku ganjil dalam bentuk pakaian mereka dan cara mengatur rambut kepala mereka, serta cat2 yang ditempelkan pada wajah2 mereka dan bentuk2 yang tergambar pada tubuh2 mereka.

Kelakuan seperti ini menunjukkan adanya suatu gangguan, disebabkan orang yang bersangkutan tidak menemukan kemanjaan dan kasih sayang yang cukup pada awal masa kecilnya. Lantaran itu ia mencoba mengganti apa yang telah berlalu dengan menarik perhatian orang kepadanya melalui tindakan2nya. Apabila orang yang terganggu jiwanya ini seorang gadis remaja yang baru tumbuh, maka persoalannya akan berbahaya baginya. Senyuman yang menipu mungkin akan menjerumuskan kejalan penyelewengan.
Kadang ada seorag anak yatim, namun ia sopan, rajin dan tidak lemah. Hal ini dikarenakan ia mampu mengubah kesulitan atas wafatnya kedua orang tua menjadi dorongan untuk berbuat, seperti sebagian mereka yang mengubah kesulitannya menjadi dorongan untuk sukses, mencari harta dan memperoleh kekayaan. Sebagian mereka mengubahnya menjadi dorongan untuk meraih ilmu dan kepandaian, sebagian mengubahnya menjadi menjadi dorongan untuk tetap teguh dan berkepribadian kuat.

Kesimpulan:
Pertama; Seorang yang menyendiri,memiliki hati yang mati, tidak dapat bergaul dengan masyarakat dan berinteraksi dengan mereka, selalu menyalahkan dan mencela dirinya. Jika ia bebas dari pengaruh2 teman tidak baik. Orang seperti itu akan terisolir dari masyarakat dan terlempar oleh gerak kehidupan. Apabila ia seorang laki2 maka ia tidak mampu untuk melaksanakan hak2 istri dan anak2, dan jika ia seorang wanita, maka ia juga tidak dapat menjalankan tugas2 mengurus suami, rumah tangga dan anak2. Dari liku2 yang berbahaya ini, timbul banyak perceraian.


Kedua; Diantara orang2 yang terganggu jiwanya adalah mereka yang jatuh sebagai korban teman yang jahat, sehingga kenikamatan hidup padanya berubah menjadi membuang2 waktu dengan duduk dijalan2, warung kopi, dan tempat2 para pengangguran. Mereka menghabiskan waktu dengan tertawa dan obrolan kosong, mengembara kesana kemari dan tidak kembali kerumah, kecuali setelah larut malam. Ia sendiri senang, bila orang lain berkata, "Mengherankan, ia sangat tidak peduli."

BANDA ACEH - Perhatian keluarga dan lingkungan dinilai masih kurang terhadap penderita gangguan kejiwaan, sehingga berakibat pada lambatnya proses penyembuhan. Hal ini diungkapkan Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Aceh, Saifuddin AR.
"Kami mengharapkan perhatian keluarga dan lingkungan terhadap penderita sangat dibutuhkan bagi mempercepat penyembuhan penderita gangguan jiwa," katanya di Banda Aceh, Senin (21/12).

Menurut dia, beberapa kasus menunjukkan ada pasien yang secara medis dinyatakan sembuh dan dikembalikan kepada keluarganya.
Namun, setelah beberapa bulan kambuh lagi akibat kurangnya perhatian tersebut.
"Bahkan, tidak sedikit keluarga pasien yang tidak mau menerima anggota keluarganya setelah sembuh secara medis.dari rumah sakit. Akhirnya, penyakit pasien kambuh dan terpaksa dirawat kembali ke rumah sakit," katanya menambahkan.

Oleh karena itu, ia berharap masyarakat agar bisa menerima para mantan pasien gangguan jiwa setelah dikembalikan ke lingkugan-nya masing-masing. "Mereka (penderita gangguan jiwa) itu juga manusia. Jadi perlaku-kanlah mereka secara manu-
siawi, perhatian, dan kasih sayang akan mempercepat penyembuhan mereka," tambahnya.
Saifuddin menjelaskan, pihaknya berupaya menjadikan suasana RSJ tidak hanya untuk pasien penderita gangguan kejiwaan, tapi juga masyarakat umum yang membutuhkan ketenangan jiwa. "Konsep ini kami targetkan pada 2012, RSJ tidak hanya bagi perawatan penderita gangguan jiwa. Tapi, juga masyarakat umum melalui penyediaan fasilitas yang membuat setiap orang merasakan tenang saat berada di rumah sakit tersebut," kata dia.

Saat ini, tambahnya, RSJ
Aceh memiliki sejumlah bangunan pendukung seperti masjid, balai santai, dan lapangan olah raga. Ke depan akan diperbanyak dengan tanaman.
"Artinya, setiap orang yang berkunjung dapat menikmati suasana alam yang indah dan sejuk. Minimal, RSJ Aceh tidak terkesan seram jika masyarakat umum berkunjung ke sini," kata Saifuddin.

Manajemen, ungkapnya, tidak pernah membatasi jam dan jumlah kunjungan yang menjengguk anggota keluarganya di rumah sakit pemerintah provinsi ujung paling barat Indonesia itu.

Berkenaan dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun 2009 yang jatuh pada tanggal 10 Oktober 2009, mari kita bersama – sama meninjau sejauh mana potret penderita gangguan jiwa yang ada di sekitar kita sekarang. Hal ini sesuai dengan tema Hari Kesehatan Jiwa sedunia tahun 2009 yakni : “ Meningkatkan Kesadaran Masyarakat tentang masalah kesehatan Jiwa”. Jika kita mengamati pandangan masyarakat belakangan ini mengenai permasalahan penderita gangguan jiwa, selalu diidentikkan dengan sebutan Orang Gila. Tanpa disadari secara tidak langsung hal ini merupakan mindset yang keliru dari kita sehingga orang memandang penderita gangguan sebagai suatu masalah yang negatif yang selalu mengancam. Kita lupa bahwa penyakit gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang statusnya sama dengan penyakit – penyakit lain yang harus segera diobati dan disembuhkan. Label negatif seperti penyebutan Orang Gila inilah yang secara tidak disadari merupakan stigma negatif yang kita ciptakan sendiri. Akibatnya keluarga maupun masyarakat disekitar penderita gangguan jiwa enggan mengurus keluarga atau orang lain yang mengalami gangguan jiwa. Akibat yang lebih parah lagi adalah hak – hak penderita gangguan jiwa untuk mendapat pengobatan dan hak – hak sosial mereka terabaikan.

Penyakit jiwa atau gangguan jiwa seperti halnya penyakit-penyakit umum lainnya dapat disebabkan oleh beberapa penyebab. Salah satu konsep penyebab gangguan jiwa yang populer adalah kombinasi bio-psiko-sosial. Secara biologis gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi komunikasi sel-sel saraf di otak, dapat berupa kekurangan maupun kelebihan neurotransmitter atau substansi tertentu. Pada sebagian kasus gangguan jiwa terdapat kerusakan organik yang nyata pada struktur otak misalnya pada demensia. Pada kebanyakan kasus malah faktor perkembangan psikologis dan sosial memegang peranan yang lebih krusial. Misalnya, mereka yang gemar melakukan tindak kriminal dan membunuh ternyata setelah diselidiki disebabkan karena masa perkembangan mereka sejak kecil sudah dihiasi kekerasan dalam rumah tangga yang ditunjukkan oleh bapaknya yang berprofesi dalam militer.

Jadi penyakit gangguan jiwa merupakan penyakit medis yang kompleks, meliputi segi fisik, pola hidup dan juga riwayat perkembangan psikologis atau kejiwaan seseorang. Oleh karena itu penanganan penderita gangguan jiwa bersifat holistic atau menyeluruh, tidak sekedar minum obat saja, tetapi meliputi terapi psikologis, terapi perilaku dan terapi kognitif / konsep berpikir yang melibatkan berbagai pihak. Selama ini masyarakat beranggapan bahwa penanganan penderita gangguan jiwa adalah tanggung jawab pihak Rumah Sakit jiwa saja, padahal faktor yang memegang peranan penting dalam hal perawatan penderita adalah keluarga serta masyarakat di sekitar penderita gangguan jiwa tersebut.

Stigma yang diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa secara tidak langsung menyebabkan keluarga atau masyarakat disekitar penderita gangguan jiwa enggan untuk memberikan penanganan yang tepat terhadap keluarga atau tetangga mereka yang mengalami gangguan jiwa. Sehingga tidak jarang mengakibatkan penderita gangguan jiwa yang tidak tertangani ini melakukan perilaku kekerasan atau tindakan tidak terkontrol yang meresahkan keluarga, masyarakat serta lingkungan.

Masyarakat juga mempunyai peran penting dalam penanganan penderita gangguan jiwa, yang paling penting harus dipahami masyarakat adalah penderita gangguan jiwa merupakan manusia biasa seperti halnya penderita penyakit lain adalah manusia biasa yang menghadapi masalah kesehatan dan memerlukan bantuan. Sikap yang tidak mau peduli, takut, anggapan yang keliru, memandang rendah dan penolakan pada penderita gangguan jiwa merupakan masalah rumit yang dilabelkan masyarakat pada penderita gangguan jiwa inilah yang harus diubah oleh masyarakat. Perasaan masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa adalah sesuatu yang mengancam juga harus diluruskan. Tak bisa dipungkiri, sikap dan penerimaan dari masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyembuhan penderita gangguan jiwa.

Tak jarang penderita yang mengalami gangguan kejiwaan sering keluar masuk rumah sakit karena mengalami kekambuhan. Faktor yang memicu sebagai pencetus kekambuhan bermacam-macam mulai dari faktor lingkungan, keluarga, timbulnya penyakit fisik yang diderita, maupun faktor dari dalam individu sendiri tersebut. Keluarga dan lingkungan memiliki andil besar dalam mencegah kekambuhan penderita gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, pemahaman keluarga dan lingkungannya mengenai kondisi penderita serta kesediaan keluarga dan lingkungan menerima penderita apa adanya dan memperlakukan penderita secara manusiawi merupakan salah satu bentuk pengobatan yang dapat mencegah kekambuhan penderita.

Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diketahui oleh keluarga mengenai penyakit gangguan jiwa sehingga dapat merawat dan mencegah kekambuhan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Pada dasarnya pengobatan penderita gangguan jiwa dalam fase krisis atau akut dimana keadaannya membahayakan dirinya sendiri atau orang lain diperlukan rawat inap di RS untuk diberi obat sesuai dengan gejala yang muncul. Bagi penderita yang sudah tahap pemulihan atau pemeliharaan kesehatan, maka dilakukan rawat jalan dengan memberi obat-obatan untuk menghilangkan atau mencegah munculnya gejala-gejala. Pada fase ini peran serta keluarga dan lingkungan sangat besar, sehingga resiko kekambuhan dapat dihindari. Perlu disadari bahwa pengobatan pada penderita gangguan jiwa tidak cukup dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan bahkan tahunan. Oleh sebab itu, maka keluarga dan masyarakat diharapkan sabar dalam merawat penderita di rumah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dan masyarakat dalam merawat penderita schizofrenia di rumah antara lain memberikan kegiatan atau kesibukan dengan membuatkan jadwal kegiatan sehari-hari; selalu menemani dan tidak membiarkan penderita sendiri dalam melakukan suatu kegiatan; mengajak ikut aktif dalam kegiatan masyarakat, misal kerja bakti, pengajian; berikan pujian, umpan balik atau dukungan untuk ketrampilan sosial yang mampu dilakukan pasien, mengontrol kepatuhan minum obat secara benar sesuai dengan dosis yang ditentukan dokter. Jika pasien malas minum obat, anjurkan minum obat secara halus/empati, hindari paksaan yang dapat menimbulkan trauma bagi pasien, kontrol suasana lingkungan atau pembicaraan yang dapat memancing kemarahan, mengenali tanda-tanda kekambuhan, misalnya bicara sendiri, tertawa sendiri, mulai marah-marah, bicara kacau, sulit makan, sulit tidur, murung dan segera kontrol ke dokter / rumah sakit jika muncul perubahan perilaku dan atau obat habis.

Selain pentingnya peran keluarga dan masyarakat, tidak dapat dipungkiri juga peran dari pemerintah dalam hal ini lembaga terkait seperti Pemerintah Daerah, dinas – dinas terkait, Puskesmas, Rumah Sakit dan lembaga swadaya masyarakat juga sangat diperlukan untuk penanganan penderita gangguan jiwa, program – program penanganan penderita gangguan jiwa perlu dimaksimalkan dan sarana prasarana perawatan kesehatan jiwa perlu dilengkapi sehingga masalah gangguan jiwa dapat diminimalkan. Yang paling penting adalah bagaimana upaya pemerintah bersama masyarakat dapat menghapus stigma terhadap penderita gangguan jiwa dengan program – program atau sosialisasi yang dapat meluruskan stigma negatif yang selama ini diberikan kepada penderita gangguan jiwa.

Jika semua pihak menyadari bahwa masalah penderita gangguan jiwa adalah masalah bersama, maka diharapkan penderita gangguan jiwa dapat tertangani dengan tepat sehingga kita tidak lagi mendengar berita – berita tentang perbuatan di luar kontrol yang dilakukan penderita gangguan jiwa seperti pembunuhan, pembakaran dan lain-lain. Penderita gangguan jiwa adalah sama dengan penderita penyakit lainnya, mereka adalah orang yang perlu dibantu masalah kesehatannya. Hentikan stigma negatif pada penderita gangguan jiwa!





Referensi

http://www.pontianakpost.com/?mib=berita.detail&id=24662
http://ssbanqs.multiply.com/journal/item/121/Jenis_Gangguan_Jiwa
http://bataviase.co.id/detailberita-10428296.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar