Selasa, 11 Mei 2010

KASUS-KASUS HISTERIS

•PERTAMA
Bandung - Tangisan dan caci maki membuncah dari keluarga terdakwa saat majelis hakim mengetuk palu memvonis 4 tahun kurungan penjara, bagi empat terdakwa anggota geng motor yang terlibat dalam kematian I Putu Ogik, pegawai bea cukai Pelabuhan Merak, 21 Oktober 2007 silam.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Hadi Siswoyo berlangsung sejak pukul 11.30 WIB hingga 13.15 WIB di PN Bandung, Jalan LRE Martadinata, Selasa (17/6/2008). Diikuti oleh keluarga para terdakwa, sidang awalnya berjalan tertib.
Namun, pada saat majelis hakim memvonis empat terdakwa empat tahun penjara, jerit tangis dan caci maki ketidakpuasan langsung terdengar dari keluarga korban yang sejak awal mengikuti persidangan. "Anak kami hanya kambing hitam. Ini tidak adil," teriak salah seorang anggota keluarga terdakwa.
Karena suasana sidang menjadi ramai, hakim mengetukan palu berkali-kali dan memperingatkan pengunjung agar tidak ribut. Kuasa hukum empat terdakwa yaitu Eko Suryo Widarto dan Gustimansyah langsung mengajukan banding.
Hal yang sama juga dilakukan jaksa penuntut umum (JPU) Emmanuel Ahmad yang juga akan mengajukan banding. Putusan majelis hakim lebih rendah dibandingkan tuntutan JPU yakni 6 tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa para terdakwa secara sah telah melanggar pasal 170 KUHP. Pasal ini menyebutkan seseorang yang bersama-sama melakukan tindakan sehingga menyebabkan kematian seseorang.
Usai sidang, jeritan dan tangisan serta caci maki juga masih terlontar dari para keluarga terdakwa. Bahkan hingga para terpidana dibawa ke mobil tahanan untuk kembali dibawa ke LP Kebon Waru. Aksi ini sempat menjadi perhatian pengunjung lainnya.
Empat terdakwa ini adalah dari 10 terdakwa kasus I Putu Ogik, warga Bali yang sedang berlibur ke Bandung dan menjadi korban kebrutalan geng motor. Mereka adalah Yayang Syarifudin, Cecep Hendra, Pandu Wiguna dan Andri Irawan. Sementara enam terdakwa lainnya masih belum divonis. Lima diantaranya dituntut 10 tahun penjara dan seorang pelaku dituntut 11 tahun penjara.

•KEDUA
Solo, CyberNews. Sidang kasus pembunuhan yang dilakukan terdakwa Heri Purnomo alias Tebok terhadap korban Mujato, di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, Kamis (15/4) diwarnai kericuhan lagi. Orang tua korban berusaha menyerang terdakwa saat keluar dari ruang tahanan pengadilan, maupun usai sidang.
Polisi yang menjaga ketat persidangan harus berusaha keras, untuk mencegah orang tua korban menyerang terdakwa. Sebelum sidang dimulai, Dwi Handayani dan Darmoyo, orang tua almarhum Mujato, sudah menunggu di depan ruang tahanan pengadilan, tempat Tebok menunggu sidang digelar.
Menjelang sidang dimulai, polisi meminta agar Darmoyo dan Dwi Handayani bergeser dari depan ruang tahanan. Namun Darmoyo bersikeras untuk menunggu Tebok keluar dari depan ruang tahanan. Polisi akhirnya sedikit memaksa, meski mendapat perlawanan dari Darmoyo.
"Njenengan manut kulo. Kok angel timen dikandani," tegas salah satu anggota Dalmas, saat meminta Darmoyo menjauh dari ruang tahanan.
Tebok akhirnya berhasil dibawa ke ruang sidang dengan kawalan ketat. Saat sidang berlangsung, polisi berjaga di dua pintu ruang sidang. Kursi pengunjung yang biasanya dipenuhi kawan-kawan korban, hari ini hanya terisi separo. Ketatnya penjagaan membuat sebagian rekan-rekan almarhum Mujato hanya mengikuti sidang dari luar ruangan.
Pintu hakim di sisi barat ruangan yang biasanya terbuka saat sidang berlangsung, juga ditutup rapat ketika sidang dengan agenda penyampaian duplik oleh penasehat hukum terdakwa digelar. Meski ditutup, orang tua almarhum tetap berdiri di depan pintu menunggu Tebok keluar dari ruangan.
Sembari menunggu sidang usai, Dwi Handayani dan Darmoyo melontarkan kata-kata terkait proses hukum kasus tersebut dengan emosi.
"Ganti penyidik kasus ini. Akan saya laporkan ke Polda. Penyidiknya tidak bisa kerja. Anakku dikeroyok, kok sing ditangkep mung siji," lontar Dwi.
Begitu Ketua Majelis Hakim M Sukri mengetukkan palu mengakhiri sidang, polisi kembali mengawal ketat Tebok. Kericuhan terjadi, karena Darmoyo dan Dwi Handayani kembali berusaha menyerang Tebok. Dwi bahkan histeris, meneriaki orang yang telah mengakhiri hidup anaknya.
Tebok akhirnya berhasil dimasukkan ke mobil tahanan yang sudah menunggu di luar gedung pengadilan. Dwi menangis histeris. "Aku kangen kowe, Jat ... Jat, aku melu ... Aku kudu piye," ungkap Dwi sembari menangis.
Darmoyo mengaku, tindakannya didasari rasa jengkel terhadap terdakwa. ""Saya jengkel sama anak itu. Kelihatannya tidak ada penyesalan. Membunuh anak orang kok tidak ada penyesalan. Sampai di manapun tetap saya kejar," katanya.
Sementara itu, Aziizarr selaku penasehat hukum terdakwa, dalam dupliknya berpendapat unsur dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain tidak terbukti, karena perbuatan terdakwa terhadap korban merupakan tindakan pembelaan terpaksa yang melampaui batas.
"Terdakwa adalah pihak yang menghadapi serangan nyata dari korban secara tiba-tiba. Terdakwa dipukul dan diserang korban dengan pisau sangkur, di mana terdakwa tidak punya masalah dengan korban," katanya.

•KETIGA
VIVAnews - Keluarga korban mengaku masih tertekan dengan kasus anggota keluarga mereka, Richard Kurniawan, 35 tahun, yang tewas secara mengenaskan setelah jatuh dari lantai sebelas gedung Mangga Dua Square, Jakarta Utara.
Ketika VIVAnews menemui keluarga di Rumah Duka RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Jumat 4 Desember 2009, istri Richard menangis secara histeris. Setelah agak tenang, wartawan mencoba mengajaknya bicara. Namun, dia menolak membicarakan kasus yang menimpa suaminya.
Anggota keluarga Richard yang lain juga menolak untuk membicarakan masalah ini. "Saya enggak tahu apa-apa (kasus Richard). Nanti saja," kata anggota keluarga yang tidak bersedia menyebutkan namanya ketika ditemui di pelataran rumah duka RSPAD Gatot Subroto.
Sebelumnya VIVAnews memberitakan Richard ditemukan tewas dengan sejumlah kerusakan parah pada organ tubuhnya pada dini hari tadi pukul 03.25 di salah satu lantai pusat belanja Mangga Dua Square, Jakarta Utara.
Menurut analisa polisi yang didasarkan bukti-bukti yang ditemukan di sekitar tempat kejadian, termasuk rekaman CCTV, korban sengaja menjatuhkan diri dari lantai 11.
Richard diduga sengaja melompat dari area parkir dekat Gudang Jitec. Padahal di atas pukul 22.00, area ini sudah tertutup untuk umum.
Masih menurut keterangan polisi, sebelum Richard tewas, dia sempat masuk ke 'Karaoke Sands.' Mangga Dua Square, Jakarta Utara, bersama kerabat.
Kepolisian Resor Jakarta Utara yang menangani kasus ini masih terus melakukan investigasi untuk menguak latar belakang kasus Richard.
Jika latar belakang kematian Richard terbukti karena bunuh diri, maka menambah deretan angka kasus bunuh diri di pusat belanja Jakarta selama sepekan terakhir. Kasus sebelumnya terjadi pada Senin 30 November 2009. Perempuan bernama Ice Juniar tewas nekad terjun dari lantai lima gedung Grand Indonesia. Beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 20.30, pemuda bernama Reno juga mengakhiri hidup dengan meloncat dari Senayan City.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar